BEKASI, MYLIFESTYLE – Pemilik dan Komisaris Rumah Sakit (RS) Kartika Husada dr Nidya Kartika Yolanda menegaskan hal terkait pasien anak inisial BA (7) yang meninggal dunia pada 2 Oktober 2023 selama masa pemulihan seusai dilakukan operasi amandel.
Nidya Kartika menegaskan bahwa tim medis sudah melakukan SOP sesuai standar, dan tidak benar ada tindakan malpraktik sama sekali. Seperti diketahui, belakangan ini RS Kartika Husada Jatiasih, Kota Bekasi jadi sorotan terkait meninggalnya bocah 7 tahun pasca mengalami batang mati otak usai menjalani operasi pengangkatan amandel. Pihak RS pun telah dilaporkan pihak keluarga karena dugaan tindak malpraktik.
“Dari hati yang paling dalam kami mohon dimaafkan segala kekecewaan, selama dilakukan pengobatan dan lainnya, Insha Allah sejak awal tindakan dan juga perawatan, pengobatan dari hari dan menit pertama tim medis sangat berupaya memberikan yang terbaik,” beber dr Nidya dalam jumpa pers, Rabu (3/10/2023) lalu.
dr Nidya pun menegaskan bahwa pihak RS Kartika Husada tidak pernah menelantarkan pasien tersebut selama perawatan, bahkan pasca yang bersangkutan mengalami fase kritis, RS Kartika Husada sudah mengupayakan tindakan yang maksimal, dan telah mengupayakan rujukan ke RS lain untuk mendapatkan penanganan optimal.
Bahkan, Tim Medis juga berinisiatif untuk mendatangkan konsultan sebagai langkah lanjut penanganan. Meski begitu, namun dr Nidya mengakui sempat ada miskomunikasi dengan pihak keluarga terkait permintaan resume medis.
Meski begitu, dr Nidya mengakui sempat ada miskomunikasi dengan pihak keluarga terkait permintaan resume medis.
“Memang ada kendala dalam berkomunikasi yang menyebabkan kesalahpahaman, yaitu pihak keluarga meminta resume medis, bukan meminta rekam medis yang bertujuan agar bisa bersama-sama mencari rujukan RS, yang lebih baik dari segi tim, sarana prasarana untuk menunjang adik BA, hal ini saya baru tahu pada Jumat, minggu lalu setelah bertemu pihak keluarga,” beber dr Nidya.
Pihak RS Kartika Husada pun juga menekankan sudah berkomunikasi dengan pihak dinas kesehatan untuk memfasilitasi pengobatan lebih lanjut bagi bocah tersebut. Namun, sayangnya, kondisi pasien sudah tidak merespons, hingga dinyatakan meninggal dengan kondisi mati batang otak..
Disebutkannya, operasi amandel yang dilakukan pada pasien anak BA berlangsung lancar dan sukses, sebelum dilakukan operasi pun telah dilakukan pemeriksaan standar, yang akhirnya memenuhi syarat untuk dilakukan operasi.
Pasien BA kemudian dipindahkan ke ruang pemulihan pasca operasi, namun ternyata di luar kuasa manusia, kondisi pasien BA kondisinya malah kian menurun, dan tidak merespons. Pihak RS pun dengan sigap melakukan tindakan pertolongan, dan langsung membantu keluarga untuk merujuk ke rumah sakit lain, untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut, tetapi hasilnya nihil. Kondisi pasien memburuk dan sangat beresiko untuk dipindahkan.
“Tidak ada satupun RS yang mau menerima lantaran disebutnya kasus tersebut sudah terlanjur viral. Sehingga pihak lain mungkin khawatir karena beresiko dengan hukum. Ada juga yang menolak karena alasan penuh, dan lain-lain,” tegas dr Nidya.
Pihak RS menyatakan tidak bisa melakukan penanganan lebih banyak di tengah keterbatasan sarana dan prasarana, sebagai tipe RS C. Di sisi lain, pihak keluarga bersikeras agar anaknya segera ditangani.
Perlu diketahui juga, bahwa setelah operasi pasien anak BA, RS juga melakukan operasi amandel terhadap J (9) yang juga keluarga Albert, abang dari pasien anak BA. Kondisi J kini telah sembuh, sehat, dan normal beraktifitas seperti biasa. Namun sayangnya, takdir berbeda terhadap pasien anak BA.
Konon kabarnya, pasien anak BA memiliki riwayat penyakit bawaan yang memang sudah parah sebelumnya. Menurut suatu sumber yang terpercaya, pasien anak BA ini sudah 5 tahun belakangan mengalami gangguan pada pernafasan. BA bahkan tidak bisa bernafas normal dari hidung, hanya bernafas dari mulut.
Untuk makan pun BA mengalami masalah dalam menelan makanan, dan kerap menangis lantaran sakit pada saat menelan makanan melewati tenggorokannya, hingga sang ibu terpaksa melunakkan makanan terlebih dahulu lalu diberikan ke BA. Tidur juga BA selalu ngorok seperti halnya orang dewasa. Kondisi ini tentu tidak normal untuk anak, dan jelas memiliki riwayat kesehatan yang buruk.
Walau bagaimanapun, Pihak RS merasa sangat berduka dengan kepergian pasien anak BA. dr Nidya Kartika selaku owner dan komisaris bahkan sampai “turun gunung” menyampaikan rasa belasungkawa dan permintaan maaf kepada keluarga pasien dan juga publik, lantaran dua pasien anak BA dan J yang dioperasi amandel, pasien J sehat namun takdir pasien BA tidak mampu melewati masa penyembuhan pasca operasi.
RS Kartika Husada Jatiasih, Kota Bekasi saat ini resmi telah dilaporkan ke Polda Metro Jaya dan teregister dalam laporan Nomor: STTLP/B/5814/IX/2023/SPKT/POLDA METRO JAYA. Total ada delapan orang yang dilaporkan, termasuk dokter anastesi, dokter THT, spesialis anak, hingga Direktur RS.
Ditemui dalam jumpa pers yang sama, Direktur RS Kartika Husada, drg Dian Indah menyatakan bahwa pihaknya akan mematuhi proses hukum yang berjalan. “Kita akan taati proses hukum. Kita tidak akan menghindar, sebab kalau kita tidak taat hukum nantinya akan berbalik ke kita alias berdampak buruk kepada kita juga. Jadi kita patuhi dan taat mengikuti proses hukum yang ada,” pungkas drg Dian. red